Makna Spiritual dari Mukjizat Isra-Mi’raj Nabi Muhammad SAW ( 27 Rajab ) BHG 3
Aspek Mukjizat dari Isra' dan Mi'raj
Seluruh kejadian-kejadian ajaib ini terjadi di malam Perjalanan Malam dan Kenaikan, Laylat al-Isra' wal-Mi'raj. Banyak hadis-hadis yang menjelaskan detail peristiwa-peristiwa di Perjalanan Malam ini yang telah disahihkan oleh berbagai huffaz (Ahli Hadis) seperti Ibn Shihab RA, Tsabit al-Banani RA, dan Qatada RA. Allah SWT mendukung nabi-nabi-Nya dengan keajaiban-kejaiban (mu'jizat) agar mampu melampaui hukum-hukum fisika dan batasan-batasan realitas kemanusiaan kita. Jika Allah SWT mengaruniakan suatu mukjizat, janganlah kita memandangnya sebagai sesuatu yang tak mungkin, jika kita seperti itu, maka kita hanya akan menjadi seperti ilmuwan yang tak mampu memahami apa pun di luar jangkauan persepsi mereka.
Para ulama berbeda pendapat pada malam apa perjalanan agung ini terjadi. Imam Nawawi RA berkata bahwa Perjalanan ini terjadi di bulan Rajab. Dalam kitab ar-Rawda karangan Nawawi RA, ia menyatakan bahwa peristiwa ini terjadi sepuluh tahun dan tiga bulan setelah awal Kenabian, sedangkan Fatawa menyatakan bahwa peristiwa Perjalanan Malam ini terjadi lima atau enam tahun setelah permulaan wahyu. Apa pun kasusnya, para ulama sepakat bahwa Laylat al-Isra' wal Mi'raj ini terjadi baik pada badan maupun roh (dari Nabi SAW).
Visi Ibrahim AS dan Dimensi Spiritual
Allah SWT berfirman dalam Qur'an Suci: "Wa kadzaalika nurii Ibraahiima malakuut as-samaawaati wa l-ardhi wa liyakuuna min al-muuqiniin" "Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim AS tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim AS itu termasuk orang-orang yang yakin." [QS 6:75]
Allah SWT menunjukkan kerajaan langit dan bumi pada Nabi Ibrahim AS, dengan membuka pandangan spiritual Ibrahim AS (basiirah) agar beliau melihat keindahan dan keajaiban alam semesta dari tempat beliau berpijak di bumi. Allah SWT menunjukkan pada beliau apa yang di luar hukum-hukum alam semesta fisik, melalui mata kalbunya. Sekalipun demikian, segera setelah ayat ini, Allah SWT telah menunjukkan pula pada Ibrahim AS keagungan-keagungan di balik alam semesta fisik, "Falammaa janna 'alaihi l-laylu ra-a kawkaban qaala haadza rabbiy..." "Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: 'Inilah Tuhanku'" [QS 6:76]. Dalam ayat-ayat berikutnya Ibrahim AS, secara serupa, "keliru" pula menganggap bulan dan matahari sebagai tuhannya: "Falammaa ra-a l-qamara baazighan qaala haadzaa rabbiy, falammaa afala qaala la in lam yahdii rabbiy la-akuunanna min al-qawm id-dhaalliin; falammaa ra-a s-syamsa baazighatan qaala haadzaa rabbiy.."
"Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: 'Inilah tuhanku.' Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: 'Sesungguhya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat; Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: 'Inilah tuhanku...'" [QS. 6:77-78]. Ayat-ayat ini yang berkaitan dengan bintang-bintang, bulan dan matahari adalah ditujukan pada orang-orang yang tidak beriman. Allah SWT menunjukkan pada Ibrahim AS Kebenaran dan ia telah meraih keyakinan dalam iman (sebagaimana ditunjukkan ayat 6:75, red.).
Sebagai seorang nabi, Ibrahim AS juga bebas dari dosa, dan dus, tak mungkin untuk menganggap selain Allah SWT sebagai Tuhannya. Tetapi, adalah tugas Ibrahim AS untuk menyampaikan suatu Risalah Samawi (Pesan Langit). Untuk berusaha membawa setiap orang berada dalam naungan Rahmah Allah SWT, Ibrahim AS mencoba untuk mengajar ummatnya dengan cara yang sedemikian rupa hingga tidak membuat mereka menolak pesan dakwahnya. Dengan secara bijaksana menggunakan suatu proses eliminasi, ia menunjukkan pada mereka bahwa suatu dimensi spiritual benar-benar wujud/ada.
Nabi Ibrahim AS menghilangkan bintang (sesuatu yang kecil), kemudian bulan, kemudian matahari (benda langit yang nampak terbesar). Ibrahim AS menegaskan kembali keyakinan sejatinya pada Allah SWT dan pemalingan dirinya dari gangguan-gannguan duniawi dengan mengatakan, "Falamma afalat qaala yaa qawmi innii barii-un mimmaa tusyrikuun. Innii wajjahtu wajhiya li l-ladzii fathar as-samaawaati wa l-ardha haniifan, wa maa ana min al-musyrikiin." "maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata, 'Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan'." [QS 6:78-79] Makna dari penunjukan ini adalah: jangan mengejar hal-hal dari kehidupan duniawi ini, tapi carilah dimensi spiritual yang melampaui semua hukum-hukum alam semesta fisik.
Di zaman kita saat ini, ilmuwan-ilmuwan yang materialistik dan beberapa sekte Islam yang berpikiran sempit mencoba untuk menyangkal spiritualitas, dimensi keempat, yang telah Allah SWT tunjukkan pada Ibrahim AS. Mereka yang menolak dan menyangkal adanya dimensi spiritual dari Islam, maka mereka tengah terjatuh dalam perangkap yang sama seperti yang dialami oleh kaum Ibrahim AS. Nabi Muhammad SAW bersabda, 'Yang paling kutakutkan bagi umatku adalah syirk tersembunyi (membuat partner bagi Allah SWT).' Syirik tersembunyi adalah bagi seseorang untuk merasa bangga akan dirinya sendiri, yang paling mudah termanifestasikan dalam bentuk penolakan atas kata-kata orang lain.
Perbedaan atau Kehormatan dari Kenaikan (Mi'raj) Nabi Muhammad SAW
Nabi Ibrahim AS telah ditunjukkan padanya kerajaan malakut, dari langit dan bumi. Nabi Musa AS tidak melihat kerajaan ini. Tetapi, Musa AS mampu untuk mendengar Allah SWT dan berbicara langsung pada Allah SWT dari Gunung Sinai, sehingga beliau dikenal sebagai Kalimullah (ia yang berbicara dengan Allah SWT secara langsung). Sekalipun Ibrahim AS dikaruniai kemampuan untuk melihat dalam dimensi-dimensi spiritual, dan Musa AS dikaruniai kemampuan untuk mendengar Allah SWT secara langsung, tubuh dan badan dari kedua nabi besar ini tetap tinggal di bumi, dan dikenai hukum-hukum fisika-nya. Pandangan (visi) Nabi Ibrahim AS dan pendengaran Nabi Musa AS melampaui batasan fisik melalui kekuatan roh mereka, tetapi tubuh mereka tidaklah bergerak melampau dunia fisik ini.
Tetapi, Allah SWT telah membuat Nabi Muhammad SAW bergerak dalam dimensi-dimensi spiritual dengan tubuh fisik beliau dalam kebebasan paripurna dari hukum-hukum fisika. Allah SWT menyebut Nabi SAW "linuriyahu min aayaatinaa..." "agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dati tanda-tanda (kebesaran) Kami..." [QS 17:1]. Allah SWT menunjukkan pada Ibrahim AS kerajaan alam semesta ini, tapi Ia menggerakkan Nabi SAW dalam tubuh dan ruh beliau di luar hukum-hukum fisika alam semesta ini, untuk menunjukkan pada beliau 'tanda-tanda Kami', aayaatina. Bentuk kepemilikan (possesive) yang terkait dengan Tanda-tanda (Aayaat) sebagai milik dari Allah SWT secara langsung, menunjukkan kehormatan yang lebih agung dan pengetahuan yang dianugerahkan pada Nabi SAW. Kerajaan langit dan bumi yang ditunjukkan! pada Nabi Ibrahim AS adalah karya dalam lingkup alam semesta fisik ini, dan tidak menjangkau Surga, sedangkan ayat-ayat Allah SWT yang ditampakkan pada Nabi Muhammad SAW langsung terkait dengan Allah SWT dan tidak terhubung dengan dunia ini.
Seluruh kejadian-kejadian ajaib ini terjadi di malam Perjalanan Malam dan Kenaikan, Laylat al-Isra' wal-Mi'raj. Banyak hadis-hadis yang menjelaskan detail peristiwa-peristiwa di Perjalanan Malam ini yang telah disahihkan oleh berbagai huffaz (Ahli Hadis) seperti Ibn Shihab RA, Tsabit al-Banani RA, dan Qatada RA. Allah SWT mendukung nabi-nabi-Nya dengan keajaiban-kejaiban (mu'jizat) agar mampu melampaui hukum-hukum fisika dan batasan-batasan realitas kemanusiaan kita. Jika Allah SWT mengaruniakan suatu mukjizat, janganlah kita memandangnya sebagai sesuatu yang tak mungkin, jika kita seperti itu, maka kita hanya akan menjadi seperti ilmuwan yang tak mampu memahami apa pun di luar jangkauan persepsi mereka.
Para ulama berbeda pendapat pada malam apa perjalanan agung ini terjadi. Imam Nawawi RA berkata bahwa Perjalanan ini terjadi di bulan Rajab. Dalam kitab ar-Rawda karangan Nawawi RA, ia menyatakan bahwa peristiwa ini terjadi sepuluh tahun dan tiga bulan setelah awal Kenabian, sedangkan Fatawa menyatakan bahwa peristiwa Perjalanan Malam ini terjadi lima atau enam tahun setelah permulaan wahyu. Apa pun kasusnya, para ulama sepakat bahwa Laylat al-Isra' wal Mi'raj ini terjadi baik pada badan maupun roh (dari Nabi SAW).
Visi Ibrahim AS dan Dimensi Spiritual
Allah SWT berfirman dalam Qur'an Suci: "Wa kadzaalika nurii Ibraahiima malakuut as-samaawaati wa l-ardhi wa liyakuuna min al-muuqiniin" "Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim AS tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim AS itu termasuk orang-orang yang yakin." [QS 6:75]
Allah SWT menunjukkan kerajaan langit dan bumi pada Nabi Ibrahim AS, dengan membuka pandangan spiritual Ibrahim AS (basiirah) agar beliau melihat keindahan dan keajaiban alam semesta dari tempat beliau berpijak di bumi. Allah SWT menunjukkan pada beliau apa yang di luar hukum-hukum alam semesta fisik, melalui mata kalbunya. Sekalipun demikian, segera setelah ayat ini, Allah SWT telah menunjukkan pula pada Ibrahim AS keagungan-keagungan di balik alam semesta fisik, "Falammaa janna 'alaihi l-laylu ra-a kawkaban qaala haadza rabbiy..." "Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: 'Inilah Tuhanku'" [QS 6:76]. Dalam ayat-ayat berikutnya Ibrahim AS, secara serupa, "keliru" pula menganggap bulan dan matahari sebagai tuhannya: "Falammaa ra-a l-qamara baazighan qaala haadzaa rabbiy, falammaa afala qaala la in lam yahdii rabbiy la-akuunanna min al-qawm id-dhaalliin; falammaa ra-a s-syamsa baazighatan qaala haadzaa rabbiy.."
"Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: 'Inilah tuhanku.' Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: 'Sesungguhya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat; Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: 'Inilah tuhanku...'" [QS. 6:77-78]. Ayat-ayat ini yang berkaitan dengan bintang-bintang, bulan dan matahari adalah ditujukan pada orang-orang yang tidak beriman. Allah SWT menunjukkan pada Ibrahim AS Kebenaran dan ia telah meraih keyakinan dalam iman (sebagaimana ditunjukkan ayat 6:75, red.).
Sebagai seorang nabi, Ibrahim AS juga bebas dari dosa, dan dus, tak mungkin untuk menganggap selain Allah SWT sebagai Tuhannya. Tetapi, adalah tugas Ibrahim AS untuk menyampaikan suatu Risalah Samawi (Pesan Langit). Untuk berusaha membawa setiap orang berada dalam naungan Rahmah Allah SWT, Ibrahim AS mencoba untuk mengajar ummatnya dengan cara yang sedemikian rupa hingga tidak membuat mereka menolak pesan dakwahnya. Dengan secara bijaksana menggunakan suatu proses eliminasi, ia menunjukkan pada mereka bahwa suatu dimensi spiritual benar-benar wujud/ada.
Nabi Ibrahim AS menghilangkan bintang (sesuatu yang kecil), kemudian bulan, kemudian matahari (benda langit yang nampak terbesar). Ibrahim AS menegaskan kembali keyakinan sejatinya pada Allah SWT dan pemalingan dirinya dari gangguan-gannguan duniawi dengan mengatakan, "Falamma afalat qaala yaa qawmi innii barii-un mimmaa tusyrikuun. Innii wajjahtu wajhiya li l-ladzii fathar as-samaawaati wa l-ardha haniifan, wa maa ana min al-musyrikiin." "maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata, 'Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan'." [QS 6:78-79] Makna dari penunjukan ini adalah: jangan mengejar hal-hal dari kehidupan duniawi ini, tapi carilah dimensi spiritual yang melampaui semua hukum-hukum alam semesta fisik.
Di zaman kita saat ini, ilmuwan-ilmuwan yang materialistik dan beberapa sekte Islam yang berpikiran sempit mencoba untuk menyangkal spiritualitas, dimensi keempat, yang telah Allah SWT tunjukkan pada Ibrahim AS. Mereka yang menolak dan menyangkal adanya dimensi spiritual dari Islam, maka mereka tengah terjatuh dalam perangkap yang sama seperti yang dialami oleh kaum Ibrahim AS. Nabi Muhammad SAW bersabda, 'Yang paling kutakutkan bagi umatku adalah syirk tersembunyi (membuat partner bagi Allah SWT).' Syirik tersembunyi adalah bagi seseorang untuk merasa bangga akan dirinya sendiri, yang paling mudah termanifestasikan dalam bentuk penolakan atas kata-kata orang lain.
Perbedaan atau Kehormatan dari Kenaikan (Mi'raj) Nabi Muhammad SAW
Nabi Ibrahim AS telah ditunjukkan padanya kerajaan malakut, dari langit dan bumi. Nabi Musa AS tidak melihat kerajaan ini. Tetapi, Musa AS mampu untuk mendengar Allah SWT dan berbicara langsung pada Allah SWT dari Gunung Sinai, sehingga beliau dikenal sebagai Kalimullah (ia yang berbicara dengan Allah SWT secara langsung). Sekalipun Ibrahim AS dikaruniai kemampuan untuk melihat dalam dimensi-dimensi spiritual, dan Musa AS dikaruniai kemampuan untuk mendengar Allah SWT secara langsung, tubuh dan badan dari kedua nabi besar ini tetap tinggal di bumi, dan dikenai hukum-hukum fisika-nya. Pandangan (visi) Nabi Ibrahim AS dan pendengaran Nabi Musa AS melampaui batasan fisik melalui kekuatan roh mereka, tetapi tubuh mereka tidaklah bergerak melampau dunia fisik ini.
Tetapi, Allah SWT telah membuat Nabi Muhammad SAW bergerak dalam dimensi-dimensi spiritual dengan tubuh fisik beliau dalam kebebasan paripurna dari hukum-hukum fisika. Allah SWT menyebut Nabi SAW "linuriyahu min aayaatinaa..." "agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dati tanda-tanda (kebesaran) Kami..." [QS 17:1]. Allah SWT menunjukkan pada Ibrahim AS kerajaan alam semesta ini, tapi Ia menggerakkan Nabi SAW dalam tubuh dan ruh beliau di luar hukum-hukum fisika alam semesta ini, untuk menunjukkan pada beliau 'tanda-tanda Kami', aayaatina. Bentuk kepemilikan (possesive) yang terkait dengan Tanda-tanda (Aayaat) sebagai milik dari Allah SWT secara langsung, menunjukkan kehormatan yang lebih agung dan pengetahuan yang dianugerahkan pada Nabi SAW. Kerajaan langit dan bumi yang ditunjukkan! pada Nabi Ibrahim AS adalah karya dalam lingkup alam semesta fisik ini, dan tidak menjangkau Surga, sedangkan ayat-ayat Allah SWT yang ditampakkan pada Nabi Muhammad SAW langsung terkait dengan Allah SWT dan tidak terhubung dengan dunia ini.
0 Siapa Bran Komen Ni..!:
Post a Comment